Pasang Iklan Gratis

Menanti aliran deras dari keran moneter yang kian longgar

 Dalam setahun terakhir, kebijakan moneter Indonesia bergerak semakin longgar. Bank Indonesia (BI) telah membuka keran moneter lebar-lebar. “Air” sudah dilepas dari hulu, tetapi hingga akhir 2025 aliran itu belum sepenuhnya sampai ke hilir.

Kini, yang dinanti bukan lagi sekadar arah kebijakan, melainkan kapan aliran likuiditas benar-benar menjangkau sektor riil. Sebab, di situlah denyut ekonomi sehari-hari bekerja.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, kerap menggunakan perumpamaan tersebut untuk menjelaskan peran bank sentral. Ia mengibaratkan BI sebagai sumber mata air yang mengairi lahan persawahan.

Tugas bank sentral adalah memastikan air mengalir lancar ke sawah pertama, yakni sektor keuangan. Dari sana, aliran diharapkan terus menjalar hingga ke sektor riil yang menjadi sawah berikutnya, agar aktivitas ekonomi dapat tumbuh secara berkelanjutan.

Sepanjang 2025, upaya membuka “pintu air” dilakukan secara agresif. BI telah memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) lima kali dengan total penurunan 125 basis poin (bps) selama 2025 hingga mencapai level 4,75 persen. Ini menjadi level terendah sejak 2022, menegaskan sikap akomodatif bank sentral dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.

Ekspansi likuiditas rupiah juga ditempuh BI dengan mengurangi peran Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebagai instrumen penyerapan dana. Sepanjang 2025, nilai instrumen ini menyusut lebih dari Rp200 triliun, memberi ruang likuiditas yang lebih longgar di perbankan.

Pada saat yang sama, BI terus melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) secara terukur, baik di pasar sekunder maupun melalui program debt switching bersama pemerintah. Hingga pertengahan Desember 2025, total nilai pembelian SBN mencapai Rp327,45 triliun.

Kebijakan makroprudensial pun diperkuat untuk memastikan likuiditas tidak berhenti di sektor keuangan. Salah satunya, BI meningkatkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) melalui pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas. Hingga 16 Desember 2025, total insentif KLM yang telah digelontorkan mencapai Rp388,1 triliun.

Likuiditas perbankan semakin melimpah dengan dukungan penempatan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah sebesar Rp200 triliun pada bank-bank milik negara sejak September lalu, dengan nilai yang bertambah hingga akhir tahun.

Untuk mencegah dana kembali mengendap di bank sentral, BI bahkan memangkas suku bunga deposit facility sebesar 50 bps pada September dan mempertahankannya di level 3,75 persen hingga saat ini. Sinyalnya jelas, perbankan dituntut menyalurkan dana ke perekonomian.

Namun, derasnya air di hulu belum sepenuhnya terasa di hilir. Aliran dari sektor keuangan ke sektor riil memang mulai tampak, tetapi belum sekuat seperti yang diharapkan.

Perlu diingat bahwa dalam praktiknya, transmisi kebijakan moneter memang tidak terjadi seketika. Selalu ada jeda sebelum dampaknya benar-benar dirasakan oleh dunia usaha dan masyarakat.

Pascapenurunan BI-Rate, sejumlah indikator menunjukkan transmisi mulai berjalan. Suku bunga pasar uang turun tajam sepanjang tahun, demikian pula imbal hasil SBN yang ikut melandai.

Di sisi dana, bunga deposito tenor satu bulan tercatat turun 67 bps hingga November 2025. Namun, penurunan suku bunga kredit perbankan masih tertahan, hanya sekitar 24 bps pada periode yang sama.

BI mencermati adanya ketidakseimbangan di pasar kredit. Masih tingginya special rate yang diberikan kepada deposan besar membuat biaya dana (cost of fund) perbankan sulit turun lebih cepat.

Selama kondisi ini bertahan, ruang bagi bank untuk menurunkan suku bunga kredit tetap terbatas. BI memandang, penyesuaian di sisi ini penting agar kredit dapat mengalir lebih optimal ke sektor riil.

Lambatnya transmisi ke bunga kredit tercermin pada pertumbuhan kredit perbankan. Hingga November 2025, kredit tumbuh di kisaran 7 persen secara tahunan. Angka ini membaik dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu yang berada di kisaran 10 persen.

Dari sisi permintaan, pelaku usaha tampak masih bersikap wait and see. Keputusan ekspansi dan investasi banyak ditahan, tercermin dari fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) dengan nilai mencapai Rp2.509,4 triliun atau 23,18 persen dari plafon kredit yang tersedia.

Padahal, dari sisi penawaran, perbankan berada dalam kondisi likuiditas yang memadai dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) mencapai 29,67 persen dan penghimpunan DPK tumbuh lebih dari 12 persen.

Situasi ini menegaskan bahwa kebijakan moneter tidak bisa bekerja sendirian. Seberapa besar pun air dialirkan dari hulu, tanpa saluran irigasi yang tersambung dengan baik, maka air akan tertahan di tengah jalan.

Oleh sebab itu, sinergi dengan kebijakan fiskal menjadi kunci, terutama percepatan belanja pemerintah untuk mendorong konsumsi dan investasi sektor riil.

BI sendiri optimistis kredit masih dapat tumbuh hingga sekitar 8 persen untuk sepanjang tahun ini dan meningkat pada tahun-tahun berikutnya seiring membaiknya prospek ekonomi.

Meski pertumbuhan ekonomi 2025 diperkirakan berada di kisaran 4,7-5,5 persen atau tidak berbeda jauh secara historis, ditambah dengan perbaikan menuju 2026, peluang untuk mengejar pertumbuhan yang lebih tinggi pada tahun-tahun mendatang tetap terbuka.

Tentu saja, ambisi pertumbuhan harus dibarengi dengan sikap penuh kehati-hatian terutama dalam menjaga kepercayaan pasar. Stabilitas nilai tukar dan inflasi harus senantiasa menjadi jangkar kebijakan, seiring dengan ketidakpastian global yang masih tinggi dan prospek ekonomi dunia yang belum sepenuhnya pulih.

Dan pada akhirnya, kebijakan moneter adalah soal memastikan sistem irigasi bekerja dengan baik.

Air sudah tersedia dan pintu-pintu telah dibuka. Pelonggaran keran moneter pun kemungkinan berlanjut pada tahun depan. Yang menjadi ujian berikutnya, bahkan pertaruhan ke depan, adalah memastikan aliran itu benar-benar sampai ke sawah paling ujung dan membuat ekonomi tumbuh subur.

0 Response to "Menanti aliran deras dari keran moneter yang kian longgar"

Posting Komentar